Pengamat politik sekaligus pendiri Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mantan napi koruptor tidak bisa langsung mencalonkan diri jadi caleg patut diapresiasi. Adapun putusan MK No 87/PUU XX/2022 berbunyi mantan narapidana kasus korupsi baru bisa mencalonkan diri jadi calon legislatif menunggu lima tahun setelah bebas dari penjara. Kemudian dikatakan Ray putusan tersebut memenuhi apa yang menjadi tuntutan masyarakat setidaknya selama 10 tahun terakhir.
"Setidaknya dua alasan mengapa hak politik mantan napi koruptor itu ditunda karena korupsi merupakan dua kejahatan sekaligus: pidana dan politik," sambungnya. Ray menuturkan bahwa selama ini, pendekatan sanksi terhadap koruptor lebih bersifat pidana umum. Begitu dipenjara, maka dilihat telah selesai seluruh sanksi diberikan. "Akibatnya, alih alih tindak pidana korupsi berkurang, sebaliknya bertambah subur dengan pelaku pelaku baru dalam usia yang masih muda. Kenyataannya, penjara tidak menghentikan mereka," tegasnya.
Ray juga berkeyakinan, sanksi politis dan eknomis itu akan lebih efektif membuat jera pejabat publik untuk korupsi. "Yakni Menunda hak mereka terlibat dalam aktivitas pemilu, setidaknya dalam satu pelaksanaan pemilu (seperti putusan MK saat ini). Kedua memiskinkan mereka. Dua sanksi ini akan efektif membuat pejabat negara takut korupsi," tutupnya.